Langsung ke konten utama

Kisah dari Area Timur: Jauh dari Timur

“Saat meteorit itu jatuh, bukan hanya daerah tenggara yang terkena dampaknya. Semua belahan dunia mendapatkan sebagian dari kedahsyatan meteorit itu. Daerah yang sebelumnya Cina mendapat dampak terbesarnya, karena meteorit itu jatuh di pegunungan Himalaya. Jepang pun demikian. Bencana yang diberikan oleh meteorit itu kepada “Negeri Matahari Terbit” ini adalah tsunami, empat tsunami secara bersamaan satu hari setelah meteorit itu jatuh. Bisa terbayangkan suara teriakan, ucapan-ucapan doa kepada dewa, serta keputus asaan yang berseliweran di udara, saat gelombang raksasa itu mendekat. Sangat segikit orang yang selamat. Mereka adalah orang-orang licik yang mengetahui dimana tempat perlindungan untuk tsunami yang dibuat oleh pemerintah beberapa tahun lalu. Namun Tuan Yamazaki berbeda. Ia tidak seperti itu.” 

“Ia memberitahu mereka yang berlarian untuk ikut dengannya ke tempat perlindungan. Namun hanya seratus orang yang dapat ia bawa. Tempat perlindungan yang canggih, tetapi memiliki kapasitas sedikit. Disitulah Tuan Yamazaki berlindung, bersama istri dan anak perempuannya, serta orang-orang yang berhasil ia selamatkan dari gelombang ganas. Selama satu minggu mereka bertahan, sebelum akhirnya mereka keluar dan mencari tempat yang aman untuk mendirikan pemukiman sederhana. Mereka berjalan, berjalan, dan berjalan. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Mereka tetap berjalan. Tidak tahu kemana mereka berjalan. Di pikiran mereka hanya ada satu tujuan. Bertahan hidup.”

“Lalu apa yang terjadi kepada mereka?” tanya perempuan itu. 

“Mereka berjalan. Mengikuti hamparan ombak. Melewati pasir yang berbatu. Dikelilingi kegelapan dan ketakutan. Setelah lama berjalan, akhirnya mereka menemukan tempat itu. Tempat yang tenang dan aman. Jauh dari kejahatan dan kehancuran yang dibawa oleh meteorit itu. Jauh dari Mahapralya.” 

“Disanalah mereka membangun pemukiman. Disanalah mereka menemukan kedamaian mereka. Pemukiman itu dibuat di dalam tanah, pasir sebagai tameng dan juga kamuflase mereka. Selama berabad-abad mereka hidup dengan tentram, sementara orang-orang yang selamat di atas sana berperang untuk bertahan hidup. Namun tragedi menyerang. Tragedi yang tidak pernah akan aku lupakan dalam bank memoriku.”

“Apa yang terjadi Ishi?, apa tragedi yang kau maksud?” tanya wanita itu dengan rasa penasaran yang amat tinggi.

“Aku melihat semuanya. Namun aku memegang janji kepada Tuan Yamazaki untuk tidak menceritakannya.” balas Ishi dengan tegas. 

“Ayolah Ishi, aku ingin tahu bagaimana Profesor dapat sampai ke Area Timur ini.”

“Kalau begitu, aku yang akan menceritakannya.” ujar Profesor Yamazaki dari belakang gadis itu. 

“Ehhh Profesor…..uumm….bolehkan?” 

“Boleh saja” ia berpaling ke Ishi  “terima kasih Ishi sudah menceritakan sebagian kisahku. Aku awalnya ragu kau dapat mengingat semua itu. Bank memorimu belum selesai aku perbaiki. 

“Sama-sama Sato. Tuan Yamazaki membuatku dengan backup bank memori, jadi kau tidak usah khawatir.” 

“Memang kakek buyut adalah orang yang sangat hati-hati, jadi tidak heran ia melakukan itu.”

“Kakek buyut?” ujar gadis itu sambil memandang Professor Yamazaki. 

“Haha, begini ceritanya Snow.” Ishi secara instan memprojeksi kursi untuk mereka berdua duduk, dan mempersiapkan teh hangat untuk tamu mereka. 

“Yang diceritakan Ishi adalah perjalanan kakek buyutku, Ishida Yamazaki. Dia yang menciptakan pemukiman tempatku berasal, dia juga yang membuat Ishi sebagai penjaga dan pembantu dari koloni kami. Pemukiman itu sangat beruntung memiliki kakek buyutku, dan kakek buyutku beruntung memiliki mereka. Mereka yang berada di pemukiman itu adalah orang-orang handal. Petani, mekanik, insinyur, dan yang lainnya. Mereka membantu membangun pemukiman itu sebagai tanda terima kasih kepada kakek buyutku. Bulan berganti tahun, dan tahun berganti abad, pemukiman itu tetap kokoh berdiri sampai generasiku. Aku adalah generasi ke-11, dan aku adalah keturunan Yamazaki terakhir.”

“Pagi hari itu berjalan seperti hari-hari biasa di koloni kami. Semuanya riang, saling menyapa satu sama lain, dan mengerjakan kebiasaan pagi mereka lainnya. Namun saat hari semakin siang, tragedi mulai terjadi. Koloni yang semula sunyi berubah kacau. Darah dimana-mana. Tangisan memenuhi udara. Koloni kami diserang. Persembunyian yang kami kira akan bertahan selamanya, ternyata ditemukan juga oleh clan yang ada di dunia atas. Aku tidak tahu mereka dari clan mana, dan tidak mempunyai waktu juga untuk mencari tahu ditengah-tengah serangan yang membabi buta itu. Mereka tidak mengampuni siapapun, semua orang mereka bunuh. Semua hal mereka ambil. Tidak menyisakan apapun.” 

“Lalu, bagaimana Profesor bisa keluar dari sana?” tanya gadis itu. 

“Bukan hanya Profesor yang berhasil keluar dari sana. Beberapa orang berhasil keluar dari shelter itu. Ada tiga puluh orang yang bersamaku, dan tiga kelompok lainnya yang berhasil selamat dari penjarahan itu. Kami semua berhasil keluar dengan empat buah kapal cepat, meskipun kami tidak memiliki tujuan. Di pikiran kami hanya ada keinginan untuk bertahan hidup dan selamat dari bahaya yang menyerang shelter kami. Di empat kapal itu ada banyak suplai yang dapat bersisa sampai satu bulan. Namun tidak satu haripun kami semua akan selamat. ‘Raja Naga Laut marah kepada kita’, ujar seorang petani tua dari kapal yang aku tumpangi. Kami tidak sadar bahwa sesuatu mengikuti kami. Terlihat kilatan warna hijau di air dan sirip yang panjang terbentang. Saat makhluk itu keluar dari air dan menatap kami dengan kedua mata merahnya, kami seperti terhipnotis, tidak ada yang berani untuk melaju, bahkan bergerak, dihadapan Raja Naga Laut. Setelah melihat kami dengan tatapannya, dia kembali ke laut. Namun tidak lama kemudian, Raja Naga Laut mengeluarkan amarahnya, dengan menyerang kapal-kapal kami dengan ganasnya. Kuambil kemudi kapalku, dan kuminta ketiga kapal lain untuk mengikutiku kembali ke daerah pantai. Rencanaku adalah untuk mencari aman di perairan yang dangkal. Menghindari amuk dari Raja Naga Laut. Rencana itu kandas ke dalam lautan.”

“Satu demi satu kapal diserangnya dengan ganas. Ombak ia hempaskan, memecah barisan kapal kami. Kapal yang aku tumpangi terhempas cukup jauh dari kedua kapal lainnya. Namun hal yang aneh terjadi, kami tidak menjadi pusat amarah Raja Naga Laut. Ia hanya diam disana, memandang ketiga kapal kami satu persatu, lalu ia pergi dan laut kembali menjadi tenang. Aku mengirim kode morse ke kapal lain untuk tetap bergerak, tidak menyia-nyiakan kemuliaan Raja Naga Laut yang memperbolehkan kami untuk melewati daerah kekuasaannya. Namun, terdengar teriakan dari balik kapal. Seseorang terkapar disana tidak bernyawa. Seorang biksu yang dermawan dan murah hati. ‘Kita harus berterima kasih kepadanya, dia menawarkan dirinya kepada Raja Naga Laut.’ seru seorang nenek yang melihat jasad itu. Peristiwa aneh lainnya terjadi lagi saat beberapa orang akan mengangkat jasad itu. Jasad itu seketika berubah menjadi air, tubuhnya hilang dan hanya meninggalkan pakaian biksu itu saja. Sungguh hal yang ajaib sekaligus menakutkan.”

Belum selesai Profesor bercerita, alarm SOS sudah berbunyi. Peta menunjukan beacon telah diaktifkan oleh salah satu pemukiman, mereka memerlukan perediaan yang cukup banyak. Profesor Yamazaki berdiri meninggalkan Snow yang masih duduk menunggu ceritanya dilanjutkan. 

“Aku akan pergi dulu, nanti kita lanjutkan ceritanya. Sekarang kita sedang dibutuhkan. Ayo Snow bangunlah.” ajak Profesor Yamazaki kepada gadis yang masih duduk dengan malasnya itu. 

“Tapi aku mau mendengar akhir dari kisahnya.”

“Itu bisa kita lakukan nanti. Ayo kita pergi sekarang. Siapa tahu kita bisa menemukan orang yang dapat membawamu kembali ke dalam tembok Daha.”

“Tapi aku tidak mau kembali kesana. Aku sudah dibuang oleh semua orang, bahkan orang tuaku.”

“Tapi di dalam sana aman. Ayolah, kita mencari penjagamu dan pintu masukmu untuk kehidupan yang lebih baik di Tembok Daha.”

“Baiklah Profesor.”

Dengan malas, gadis itu berdiri dan mengambil barang-barangnya. Ishi mulai mempersiapkan kendaraan yang akan mereka gunakan. Sebuah angkar dengan atap terbuka yang dilengkapi dengan Force field untuk menghalau semua serangan. Gadis itu naik ke angkar, dibantu oleh Profesor Yamazaki. Lift bergerak membawa angkar ke permukaan. Mereka segera pergi, menuju tempat SOS itu diberikan. Pergi membawa kebaikan. Namun apa yang Pofesor Yamazaki dapat dari semua ini?. Ia sendipun tidak tahu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah dari Area Timur : Shelter 13

   Angin berhembus kencang dari lautan, menerpa pepohonan tidak jauh dari garis pantai selat Mahapralya. Udara dingin menyelimuti hutan yang rindang, dan suasana mencekam datang dari setiap rintikan air hujan yang jatuh. Disana duduk segelintir orang, sedang berkumpul di pemukiman kecil yang mereka dirikan untuk melindungi kelompok mereka dari mala bahaya. Diantaranya adalah Able, seorang pria bertubuh jangkung dan bugar, sedang duduk bersama para orang-orang yang selamat di salah satu gubuk kecil milik mereka. “Able!” panggil salah seorang dari gubuk lainnya.  Able langsung bangun dari duduknya dan pergi ke tempat suara itu berasal.  “Ya ibu, ada apa memanggilku?” “Nak, suplai kita sudah sangat sedikit, aku membutuhkan mu untuk meminta suplai kelompok di sebelah selatan. Kabarnya mereka memiliki banyak suplai untuk diberikan.” “Tapi ibu, bukankah ibu pernah memberitahuku kalau arah selatan sangat berbahaya?” “Kita tidak punya pilihan lain nak, ini adalah harapan terakhir kita.

Resensi Buku Sapi, Babi, Perang, dan Tukang Sihir (Bab 3 : Perang Primitif)

                      Konsepsi yang umum di masyarakat tentang perang adalah hal yang tidak manusiawi, tidak rasional, dan yang menginginkan perang adalah orang yang haus akan darah, haus akan kemenangan, dan haus akan harta yang berlimpah jika memenangkan perang tersebut. Dampak dari perang itu pun tidak dapat dipandang remeh. Mulai dari PTSD ( Post-traumatic stress disorder ), kehancuran banyak lokasi terjadinya perang, genosida dan pembunuhan secara besar – besaran, serta banyaknya keluarga yang bersedih karna suami atau anaknya terbunuh dalam perang. Akan tetapi, perang juga membawakan dampak positif bagi kehidupan, mulai dari kemajuan teknologi dan alat perang, undang – undang untuk negara yang berperang, seperti larangan untuk melakukan genosida, dan juga prevensi untuk perang selanjutnya.             Akan tetapi, siapa yang menyangka kalau perang dilakukan dengan tujuan sebagai control populasi dalam suatu peradaban. Dalam buku ini dijelaskan demikian. Namun sebelum memasuki p