Langsung ke konten utama

Kisah dari Area Timur : Shelter 13

  

Angin berhembus kencang dari lautan, menerpa pepohonan tidak jauh dari garis pantai selat Mahapralya. Udara dingin menyelimuti hutan yang rindang, dan suasana mencekam datang dari setiap rintikan air hujan yang jatuh. Disana duduk segelintir orang, sedang berkumpul di pemukiman kecil yang mereka dirikan untuk melindungi kelompok mereka dari mala bahaya. Diantaranya adalah Able, seorang pria bertubuh jangkung dan bugar, sedang duduk bersama para orang-orang yang selamat di salah satu gubuk kecil milik mereka.

“Able!” panggil salah seorang dari gubuk lainnya. 

Able langsung bangun dari duduknya dan pergi ke tempat suara itu berasal. 

“Ya ibu, ada apa memanggilku?”

“Nak, suplai kita sudah sangat sedikit, aku membutuhkan mu untuk meminta suplai kelompok di sebelah selatan. Kabarnya mereka memiliki banyak suplai untuk diberikan.”

“Tapi ibu, bukankah ibu pernah memberitahuku kalau arah selatan sangat berbahaya?”

“Kita tidak punya pilihan lain nak, ini adalah harapan terakhir kita. Kelompok lain yang tinggal di daerah ini tidak memiliki banyak suplai untuk mereka berikan, belum lagi penjarahan Kaum Bringas yang selalu terjadi. Ke selatan adalah salah satu peluang kita bertahan hidup.”

“Kalau begitu aku akan segera berangkat ibu.”

“Aku sudah memberikan koordinat perkiraan lokasi keberadaan kelompok itu kepada Anagatamu, selebihnya kau harus menggunakan nalurimu untuk menemukannya.”

“Kita tidak mengetahui lokasinya ibu?” 

“Kita tidak mendapatkan lokasi tepatnya dimana mereka berada. Dari kabar yang kita dapatkan, mereka berpindah-pindah untuk melindungi diri mereka, melindungi dari apa, kita tidak tahu, berhati-hatilah nak disana.”

“Baik ibu, aku akan berhati-hati.”

“Ibu serius Able! Kau masih sangat naif. Ayahmu akan sangat sedih disana apabila ia melihatmu masih seperti itu.”

“Kematian ayah bukan salahku!! Aku sudah bilang aku akan mencari makanan untuk kelompok ini sendirian. Kenapa ayah sangat cemas sampai mencariku ?, aku bukan anak kecil ibu.”

“Sikapmu Able, sikapmu membuat dia cemas, membuat ibu dan almarhum ayahmu cemas, membuat ayahmu terbunuh, dan itu adalah salahmu. Tolong jangan membuat ibu cemas Able. Hargailah kematian ayahmu.”

“Aku juga masih kehilangan ayah, ibu. Jangan menyalahkan kematiannya padaku. Ibu tidak ada disana. Ibu tidak melihat apa yang terjadi saat itu.” 

“Maafkan ibu Able, tapi untuk kali ini saja, berjanjilah pada ibu kau akan hati-hati.”

“Aku berjanji ibu, dan aku akan segera kembali.”

Ibunya mengangguk dan memeluk Able dengan erat, memeluknya seperti tiada hari esok. Able pergi sebelum matahari terbit. Dengan perbekalan seadanya, ia mengikuti arah yang ditunjukan oleh Anagata miliknya. Tidak ada peta Area Hitam dalam sistem navigasi Anagata, hanya anak panah saja yang menunjukan arah menuju koordinat yang diberikan oleh ibunya. 

“3.0km KE ARAH SELATAN” Anagata milik Able berbunyi.

“Iya aku tahu, aku baru berangkat.” ujar Able kesal kepada Anagatanya sendiri. 

Perjalanan Able bukanlah perjalanan yang mudah. Matahari tidak terlihat cahayanya karena kabut tebal yang menyelimuti hutan. Suhu dingin menusuk kulitnya, meskipun perjalanannya baru dimulai. Tetapi Able tetap berjalan, menembus hutan yang sangat lebat sampai ia keluar ke sebuah padang yang luas. Able melihat sekitarnya, namun ia tidak dapat melihat satu kehidupanpun disana, manusia atau makhluk lainnya. Ia hanya bisa melihat jajaran pohon mati di atas tanah yang tandus. Able berjalan kembali menuju daerah perbukitan, dan lagi Anagata miliknya berbunyi.

“2.0km KE ARAH SELATAN”

“Baru satu kilometer?, perjalanan sesulit itu baru satu kilometer?” ujar Able tidak percaya. 

Informasi itu menghilangkan keinginannya untuk melanjutkan perjalanan pada hari itu, dan ia memutuskan untk mencari tempat untuk mendirikan peristirahatan, karena hari juga sudah mulai gelap. Ia melihat sebuah gua tidak jauh dari tempatnya berdiri. Namun sebelum ia turun dari bukit itu, Anagatanya kembali berbunyi dan berkedip dengan warna merah. 

“PERINGATAN. MUSUH TERDETEKSI DI DEKAT SINI.”

“Sial pasti ada predator disini. Tapi aku tidak melihat apa-apa. Aku harus cepat ke gua itu.”

Able dengan cepat menuruni bukit dan berlari ke arah gua tersebut. Saat ia berlari, terdengar lagi Anagata miliknya berbunyi, memperingati pergerakan disekitarnya.

“PERINGATAN. PERGERAKAN TERDETEKSI.”

Able tidak menghiraukan peringatan itu. Ia terus berlari ke arah gua. Sesampainya di gua, ia melihat peringatan yang diberikan oleh Anagata miliknya yang masih berkedip kuning. Ia membuka sistem scan untuk memindai apakah ada makhluk hidup di sekelilingnya. 

“SCAN SELESAI. MAKHLUK HIDUP TIDAK TERDETEKSI.”

“Lho tidak terdeteksi, salah mungkin kamu, Scan kembali area ini.” ujar Able yang tidak percaya. 

“SCANNING……SCAN SELESAI. MAKHLUK HIDUP TIDAK TERDETEKSI.”

“Mungkin mereka sudah pergi. Baguslah, aku memiliki tempat bermalam.”

Able mendirikan perkemahan sederhana dengan survival kit miliknya, dan tidak lama sebuah perkemahanpun berdiri di gua itu, lengkap dengan api dan juga tenda untuk tidur. Perbekalan yang ia bawa dihabiskan pada malam itu. Fikirnya besok ia akan berburu untuk mendapat makanan hangat yang lezat. Setelah selesai makan, ia membersihkan senapan miliknya dan mengisinya dengan amunisi kejut untuk melumpuhkan buruannya. Dengan percaya diri, ia hanya mengisi tiga amunisi kejut ke dalam senapannya, meskipun ia membawa banyak amunisi cukup banyak. 

Dalam kelompoknya, Able dikenal dengan “Si Jitu” yang tidak pernah meleset tembakannya. Peristiwa yang memberikan Able julukannya adalah saat ia diajak oleh ayahnya untuk ikut bersamanya dan para pemburu lainnya ke belukar untuk berburu. Disana terdapat makhluk yang dikenal dengan "Kijag", makhluk seperti rusa yang cukup besar, berkaki enam, dan dapat berlari secepat angin apabila sedang ketakutan. Para pemburu mendekati kijag itu dengan hati-hati, namun salah seorang dari mereka tidak sengaja mematahkan ranting kering, membuat takut makhluk yang luar biasa cepat itu. Tanpa menghabiskan banyak waktu, Kijag itu langsung berlari menjauh. Able mengejar makhluk itu, meninggalkan ayahnya dan pemburu yang lain tercengang dengan aksinya yang gegabah itu. Namun tidak lama kemudian, terdengar suara peluit pemburu, tanda buruan berhasil dilumpuhkan. Para pemburu bergegas menuju suara peluit itu. Mereka tercengang kembali menemukan Able sedang duduk diatas Kijag besar itu. 

"Hahaha, kalian harus melihat muka kalian." Ejek Able kepada para pemburu yang tercengang. 

“Jangan sombong kau bocah. Tapi aku tidak akan bohong, ini memang luar biasa.” ujar salah seorang pemburu. 

“Able, bagaimana kau melakukannya ?” tanya ayahnya kepada Able. 

“Ayah tahu, ini semua ada perhitungannya Ayah.”

“Bagaimanapun itu, aku bangga kepadamu Able. Kijag ini dapat menjadi suplai selama satu bulan penuh.”

Kenangan tentang Ayahnya ini membuat Able berkaca-kaca mengingatnya. Setelah sadar dan tenang dari rasa sedihnya, ia mengesampingkan senapannya dan bersiap untuk tidur. Baru beberapa jam ia tertidur, Anagata kembali berbunyi memperingati Able. Namun peringatan itu tidak dihiraukan oleh Able, dan ia terus tertidur. Tanpa disangka, seekor makhluk mendekati gua tersebut. Anagata itu terus berkedip, mulai dari kuning sampai merah, dari kedipan pelan sampai kencang, serta suara bip terus berbunyi, namun tidak ada respon dari Able. Makhluk itu tepat berada di depan Able, mengendus-endus keberadaannya. Dia bisa merasakan suhu tubuh Able, dan bersiap untuk menyerang. Tepat saat makhluk itu akan menyerang, Able terbangun dan langsung mengarahkan senapannya ke arah makhluk itu. 

“Makhluk apa itu? Besar sekali. Seperti dampuran singa dan reptil.” ujar Able dalam hati. 

Able langsung menarik pelatuk senapannya ke arah makhluk itu. Tembakan pertama, meleset. Able tercengang melihat kecepatan makhluk itu. Able melangsungkan tembakan keduanya, meleset juga. Makhluk itu langsung menerkam Able, namun ia dapat mempertahankan dirinya dari serangan makhluk ganas itu. Monster itu membuka mulutnya, rahang dan kepala hewan itu terbuka, memperlihatkan tengkorak monster itu yang sangat mengerikan. Dalam pergulatan, Able tidak sengaja menarik pelatuk dari senapannya. Untungnya, tembakan ketiga itu mengenai makhluk buas itu, melumpuhkannya. Namun, makhluk buas itu sedikit demi sedikit kembali bangun. Tembakan kejut itu seperti tidak memiliki dampak kepadanya. Dengan terburu-buru, Able mengambil barang-barangnya dan keluar dari gua itu, berlari entah kemana arahnya. 

Makhluk yang sudah kembali bugar itu, berlari mengejar mangsanya. Sangat cepat ia berlari, dan tidak lama sudah menyusul buruannya dan menerjangnya, menanamkan taringnya pada pundak mangsanya. Able yang tidak berdaya hanya dapat memukul hewan itu dengan putus asa. Beruntungnya, monster itu kembali ditembak dan dilumpuhkan oleh seseorang. Namun seperti sebelumnya, monster itu kembali bangkit, dan suara tembakan kembali dilepaskan ke arahnya. Tak lama, monster itu berlari ke arah bukit. Able hanya dapat melihat saja kejadian itu, dengan lukanya yang sangat parah. Sosok misterius itu mendekati dirinya. 

“大丈夫ですか (Kau tidak apa-apa) ?” tanya sosok itu kepada Able

“Terima kasih…..terima kasih…” gumam Able dengan tenaganya yang tersisa. 

Able terkapar tidak berdaya karena kehilangan darah yang cukup banyak. Sosok misterius itu menggotongnya dan membaringkannya ke atas kursi belakang angkarnya. Able dapat melihat angkar aneh itu berjalan menggunakan roda. Ia hendak bertanya kepada sosok misterius itu, tetapi luka itu menghalanginya untuk bergerak. 

“Ah tidak, bergerak tidak, tidur, kau tidur.” ujar pengemudi dari angkar itu. 

“Tuan…..tuan ini siapa?” tanya Able.

Sosok itu tidak langsung menjawab. Ia membuka penutup kepala dan juga penutup wajahnya, memperlihatkan sosok orang tua dengan penampilan yang cukup asing, tidak seperti orang Area Timur pada umumnya. Ia memasang kalung dengan sebuah alat di lehernya, sebelum menjawab pertanyaan Able. 

“Namaku Professor Yamazaki, aku tinggal tidak jauh dari sini. Aku sedang mengambil sampel untuk ku uji dalam laboratoriumku. Yang kau temui itu kusebut sebagai Kumainu, sangat ganas dan buas. Kau beruntung dia hanya sendiri, karena biasanya mereka berburu berpasangan.” ujar sang profesor. 

“Kenapa monster itu menyerangku profesor?” tanya Able dengan suara yang lemah. 

“Mereka tinggal di bukit dekat daerah aku menemukanmu. Mungkin kau mengganggu sarang mereka, atau mereka sedang dalam perburuan. Tetapi itu masih remaja. Kumainu dewasa dapat tiga kali besar Kumainu yang kau temui. Tapi sudah dulu bicaranya, kau harus ku obati dulu. Berbaringlah kembali.”

Able mengangguk dan perlahan kembali berbaring di kursi angkar itu. Perjalanan yang sulit itu ditempuh dalam waktu beberapa jam oleh angkar itu. Dari mulai bukit, rawa, dan hutan tandus dilewati bagai air yang mengalir diantara bebatuan, tidak ada hambatan. Mereka sampai di daerah yang tenang dekat dengan tembok Singokembang. 

“Kita aman disini. Tunggu disitu.” 

“Kau mau kemana profesor?” 

“Lihat dan perhatikan!”

Setelah Profesor Yamazaki berkata demikian, keluar sebuah ruangan dari dalam tanah. Secara otomatis, angkar milik profesor berjalan ke dalam ruangan, ban angkar itu terlipat dan angkar itu melayang seperti angkar pada umumnya. Setelah angkar masuk ke dalam ruangan, dan profesor juga masuk ke dalam, ruangan itu turun kembali ke tanah, menutup tanpa meninggalkan jejak. 

“Selamat datang di laboratoriumku. Mari aku bantu kau turun dari situ.”

“Terima kasih profesor, tapi aku bisa berjalan sendiri. Lukaku sudah mulai pulih.”

“Tapi luka itu masih perlu diobati. Mari ke ruangan operasiku.”

Able dan sang profesor cukup lama berada di ruang operasi. Luka yang di dapatkan Able dari serangan Kumainu cukup parah dan sangat dalam. Selama satu jam profesor Yamazaki menjahit dan mengobati luka itu, sampai benar-benar tertutup. Setelah beberapa ratus jahitan dan beberapa puluh botol antibiotik, luka itu berhasil disembuhkan. 

“Terima kasih Profesor, lukaku sudah mulai membaik.”

“Sama-sama anak muda. Ngomong-ngomong, siapa namamu ?, dan mengapa kau berjalan sampai ke bukit itu ?”

“Namaku Able. Aku berasal dari salah satu kelompok yang selamat. Kami tinggal di sebelah utara Area Hitam ini. Aku di bukit itu untuk bermalam, sebelum makhluk buas itu menyerangku. Aku mencari suplai untuk kelompokku, karena suplai kelompok-kelompok disana sudah mulai sedikit, ibuku memintaku untuk mencari kelompok yang ada di selatan dan meminta suplai dari mereka.” ujar Able menjelaskan maksudnya. 

“Ah ibumu mendapatkan informasi yang kurang tepat. Di selatan hanya ada aku sendiri dan laboratorium ini. Memang benar suplaiku cukup banyak, dan aku sering membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya. Mungkin kau mau melihat gelang canggihmu itu.” 

Benar saja perkataan Profesor Yamazaki. Able sudah mencapai tujuan yang diberikan oleh ibunya untuk meminta suplai. Profesor Yamazaki melepas tawa melihat ekspresi Able yang kaget melihat Anagatanya. 

“Jadi, kau mau berapa banyak suplai untuk kelompokmu Able?” tanya sang Profesor kepada tamunya yang masih bengong. 

“Eh oh iya, sebanyak-banyaknya Profesor kalau boleh, kelompokku sangat kekurangan suplai. Perbekalan yang aku bawa adalah sisa dari suplai itu.” 

“Kalau begitu aku akan membantumu membawanya kembali kepada kelompokmu.”

Namun sebelum mereka mengambil suplai untuk dibawa, alarm dari laboratorium itu berbunyi. Profesor Yamazaki bergegas berlari ke arah ruangan peta, diikuti oleh Able. Disana terbentang peta hologram tiga dimensi semua sektor dari Area Hitam, dengan titik hijau menandakan laboratorium itu berada. 

“信号を受信しましたSOSです (Sinyal didapatkan, itu adalah SOS)” ujar sistem peta tersebut dalam bahasa yang asing.

“それはどこですか? (Dimana lokasinya?)” tanya sang profesor. 

“北へ300m (300m arah utara)” 

“武器と車を準備する(Siapkan persenjataan dan mobil)”

“ロジャー (Roger)” 

“Sepertinya ada seseorang yang berfikiran sama denganmu Able.” ujar sang Profesor kepada Able.

“Siapa dia profesor?” 

“Aku tidak tahu, tapi dia dalam bahaya. SOS sudah dikeluarkan. Kau mau membantuku?”

“Tentu, aku berhutang budi kepadamu profesor.”

“Kalau begitu ambil senapan itu dan naik ke mobil.”

“Maksud profesor angkar itu?”

“Sudah naik saja kesana.” 

Dengan membawa senapan kejut milik profesor, mereka berdua pergi ke tempat SOS itu berada. Dalam perjalanan terlihat keributan tidak jauh dari tempat profesor berada. 

“Profesor, lihat!” ujar Able sambil menunjuk ke arah keributan.

“Dari sana SOS itu berasal, pegangan.” 

Angkar yang dikemudikan Profesor melesat dengan kencangnya, dan sesekali melompat pada setiap tanjakan yang dilaluinya. Sebelum mereka sampai disana, Profesor Yamazaki sudah menyiapkan senapannya. Ia menepuk Able untuk bersiap juga. Sesampainya di tempat keributan, terlihat banyak mayat berbaring di padang yang tandus. Beberapa orang masih menembaki monster buas yang menyerang mereka. Able melihat monster ini berbeda dari sebelumnya. Monster ini terlihat seperti anjing berkepala tiga, dengan mata, taring, dan cakar mereka yang menyala, meskipun memiliki tubuh kecil. Profesor menghentikan mobilnya dan turun membantu orang-orang yang selamat untuk mempertahankan diri. 

“Darimana kalian?” tanya Profesor kepada salah satu orang yang selamat.

“Kami dari Shelter 13. Kami mencari orang yang selamat di daerah ini.” jawab salah seorang yang sedang mempertahankan diri. 

“Tetapi sepertinya kalian yang butuh diselamatkan sekarang. Ayo Able mulai menembak!”

Profesor dan Able mulai menembak kepada anjing berkepala tiga itu. Dalam misi penyelamatan ini, Able menunjukkan keahlian menembaknya. Dengan sangat akurat, Able berhasil menembak sebagian besar dari anjing ganas itu. Keahlian Able membuat semua yang menembak terdiam, bahkan sang profesor kaget melihat keahlian orang yang dia selamatkan dari Kumainu. Setelah mendapat perlawanan yang cukup sengit dari mangsanya, anjing-anjing itu mulai mundur melupakan serangan mereka. Setelah semuanya aman, Able dan Profesor Yamazaki membantu kelompok dari Shelter 13 untuk mengobati yang terluka dan mengangkut jenazah yang gugur. 

“Kita kehilangan banyak orang hari ini, meskipun dengan bantuan dari anak muda penembak jitu itu. Jitu sekali dia”gumam pemimpin dari kelompok itu kepada profesor.

“Nama dia Able, dia datang dari utara untuk menemuiku. Namun kita tidak dapat berlama-lama disini, dan aku sarankan kau kembali ke Shelter 13. 

“Ya kau benar profesor, kita tidak punya pilihan selain kembali ke Shelter 13. Kita tidak bisa kehilangan banyak orang lagi. Ayo berkemas, kita kembali ke shelter dalam 15 menit.” 

Sontak setelah ketua dari kelompok itu memberitahukan kembalinya mereka ke Shelter 13, seorang wanita berdiri dan berlari ke arah profesor dan ketua kelompok itu. Wanita itu berparas ramping dan gemulai, memiliki kulit yang putih meskipun kulit putihnya tersebut tidak halus, serta rambut panjang yang acak-acakan, karena efek dari perjalanan panjangnya. 

“Kenapa kita kembali ke shelter ?, kita belum menemukan bahan untuk obat itu.” seru wanita itu.

“Kita tidak dapat melanjutkan perjalanan ini, Swan, lihat sekelilingmu, ini lebih dari yang ayahmu tangani dalam sehari. Kita harus kembali apabila kita tidak mau menambah kantung mayat itu.”

“Dan banyak pasien yang akan mati apabila obat itu tidak dibuat. Kalau kalian akan kembali, baiklah, aku akan mencari obat itu sendirian.” 

“Jangan bodoh, Swan. Apa yang akan dikatakan ayahmu nanti jika melihat kita kembali dan kau tidak ada ?”

“Itu urusan pengecut seperti kalian!!. Aku mau tetap mencari obat itu.” 

“Haduh kau ini, dengarkan ya  nyonya muda, kau tidak…..”

“Maaf apabila aku memotong pembicaraan kalian. Tapi apa obat yang kau maksud?” potong profesor memecah panasnya suasana. 

“Obat itu untuk menghalangi kami dari efek Area Hitam. Cukup banyak orang yang jatuh sakit setelah memasuki daerah berbahaya dari Area Hitam, dan sekarang rumah sakit penuh dengan pasien karena hal itu. Ayahku adalah kepala dari rumah sakit itu, dia memintaku untuk ikut dengan kelompok ini untuk mencari bahan obat itu, namaku Swan.” jelas wanita itu. 

“Yang kau maksud itu Anti-M ya, aku memiliki bahan-bahan untuk membuatnya, dan juga aku memiliki obat itu di laboratoriumku.” 

“Kau memiliki itu?, benarkah?, dimana laboratoriummu?” ujar Swan tidak sabar.

“Sabar nyonya muda, laboratoriumku ada di selatan, dekat tembok Singokembang. Able akan menunjukanmu arah kesana, ia juga harus mengambil beberapa suplai untuk kelompoknya di utara. Able kemarilah!.” 

Able yang baru saja selesai membantu membereskan beberapa kantung mayat, segera pergi menuju profesor Yamazaki. 

“Able, ini adalah Swan, dia membutuhkan obat yang ada di laboratoriumku, dan karena kau juga membutuhkan suplai dari sana, kau harus kembali dengannya. Bawa mobilku, agar perjalanan kalian lebih cepat.” ujar profesor kepada Able. 

“Tetapi profesor, aku tidak dapat mengendarai angkarmu itu.”

“Tidak apa, dia dapat berjalan dengan sendirinya kembali kesana. Aku juga sudah mengatur mobil itu untuk kembali ke tempatku berada untuk mengantarkan perbelakan itu, dan mungkin mengantar jenazah ini ke Shelter 13.”

Spontan, angkar itu menyala dan mendekati Profesor Yamazaki, seperti sudah mengetahui apa perintah yang diberikan kepadanya. Setelah Able dan Swan naik ke atas angkar itu, ia dengan segera melaju ke arah laboratorium milik profesor, meskipun tidak dengan kecepatan tinggi. Mereka berdua berbincang selama perjalanan, memperkenalkan diri satu sama lain. Able bercerita bahwa kelompoknya adalah pemberontak dari Kuripan yang berhasil ditangkap dan diusir dari sana. Tanpa tahu cara bertahan hidup, kelompok itu ikut serta dengan kelompok lain yang ada di utara Area Hitam dekat Selat Mahapralya. Darisana mereka belajar membangun gubuk yang canggih dan juga sederhana, dan juga hal lain yang diperlukan untuk bertahan hidup di Area Hitam. Kelompok Able akhirnya berpisah dengan kelompok lainnya, mendirikan pemukiman kecil sendiri, namun masih menjaga kerjasama antar kelompok. Mendiang ayahnya adalah mantan letnan dari tentara Kuripan, dan ibunya berasal dari Gegalang. Ia dilatih menembak seperti itu oleh mendiang ayahnya. 

Swan juga menceritakan kisahnya kepada Able. Kelompok mereka adalah kelompok buangan dari Daha. Ayah dari ibunya adalah mantan ilmuan di Griya Panemon yang diusir dan dihukum karena sebuah pelanggaran yang mereka tidak lakukan. Saat mereka dibuang, mereka bertemu dengan beberapa orang buangan dari Singokembang. Dari situ mereka memutuskan untuk mendirikan pemukiman untuk mereka dan orang buangan lainnya bermukim, memilih nama Shelter 13 yang berarti kesempatan kedua untuk orang-orang yang terkutuk. Beberapa waktu setelah pemukiman itu berdiri, ada seorang misterius yang membantu kelompok Swan untuk memperbaharui teknologi di pemukiman itu. Ayah Swan memanggil orang itu “Dukun”, namun tidak tahu siapa atau darimana datangnya sosok tersebut. 

Sesampainya disana, mereka berdua segera mengambil barang yang mereka butuhkan. Swan mengambil Anti-M dan juga bahan yang digunakan untuk membuatnya, dibantu dengan AI milik Profesor Yamazaki. Able sudah menyiapkan suplai yang akan ia bawa kembali ke kelompoknya. Mereka menempatkan semuanya ke atas angkar, dan kembali berangkat menuju Profesor Yamazaki, untuk membantunya membawa jenazah kembali ke Shelter 13. Selama perjalanan kembali, Swan memperhatikan ada sesuatu yang tidak beres di sekeliling mereka. Suhu udara menjadi sangat dingin dan rintikan hujan mulai turun. Mengetahui itu adalah hal yang sama seperti yang terjadi kepadanya, Able bersiap dengan senapannya. 

“Swan, kau bisa menembak ini?” tanya Able.

“Tentu aku bisa, mengapa kau bertanya begitu?” 

“Aku punya firasat buruk soal ini, bersiaplah dengan senapan ini.” 

Terbukti benar firasat Able. Sesampainya mereka disana, tidak ada orang yang tersisa. Kantung mayat yang sudah dijajarkan rapih, porak poranda. Sisa penjaga yang tersisa dari serangan sebelumnya, hanya meninggalkan bercak darah dan juga potongan tubuh yang berserakan. Angkar Profesor Yamazaki bingung kemana ia harus pergi. Sinyal bio-signiture milik profesor selalu bergerak, seperti daun yang sedang tertiup angin. Namun sesaat berhenti, dan sesaat bergerak kembali, menuju arah utara dari Area Hitam itu.

“Profesor bergerak ke pemukiman kelompokku.” ujar Able.

“Kita harus mengikuti sinyal itu.” jawab Swan kepada Able. 

“Bagaimana ?, aku tidak dapat mengemudikan ini.”

“Minggir dari kursi itu, aku akan mengemudi.”

“Kau dapat mengemudi?” 

“Tentu bisa. Memang kau kira aku memiliki supir pribadi.”

Angkar itu melesat dikemudikan oleh Swan, menuju sinyal profesor berada. Sinyal itu hanya berjarak 100m dari tempat mereka berhenti. Sesampainya angkar itu di tempat sinyal berada, profesor sedang mengejar sesuatu yang ada di depannya. Able dan Swan dapat melihat sesuatu yang besar berlari di depan mereka.

“Able, monster itu mengarah ke kelompokmu.” ujar profesor. 

“Kumainu maksud profesor?” 

“Ya dia mengarah kesana. Kami diserang oleh monster itu saat memindahkan jenazah. Dia pasti mencium bau jenazah yang ada, dan sekarang dia mengejar pemimpin kelompok pencarian yang kabur ke arah utara. Aku khawatir monster itu akan menemukan kelompokmu.” jelas profesor kepada Able. 

“Monster itu lebih besar dari yang menyerangku, profesor.” ujar Able, sembari profesor Yamazaki naik ke angkar.

“Dia alpha dari kelompoknya. Kita beruntung dia hanya sendiri. Ayo Swan, ikuti monster itu.” 

Angkar itu kembali melesat mengikuti monster itu. Swan terbukti sebagai pengemudi yang sangat handal dalam umurnya yang masih remaja. Semua hambatan yang ditinggalkan oleh monster itu berhasil dilalui oleh Swan. Di depan, pemimpin kelompok pencarian Shelter 13 masih berlari dengan tangan memegang lengan kanannya yang sudah tidak ada, dan monster itu tepat berada di belakangnya. Dari pemukiman kelompok Able, mereka dapat melihat sesuatu yang besar mendekati pemukiman mereka. Mereka segera masuk ke dalam gubuk untuk dapat menghindar monster itu. Monster itu terus mengejar buruannya sampai ke tepi pemukiman. Disana ia berhasil menangkap dan melahapnya. 

Saat monster itu berhenti, angkar yang dikemudikan Swan juga berhenti. Monster itu melihat sekelilingnya, mengendus mangsa berikutnya yang akan ia lahap. Penumpang yang berada di angkar terus menunggu, berharap monster itu akan berbalik dan meninggalkan pemukiman itu. Namun sesuatu yang tidak disangka terjadi, seorang bayik menangis dari salah satu gubuk. Secara spontan, penumpang angkar turun dengan memegang senapan dan mulai menembak ke arah monster itu. 

“Able!!, bawa kelompokmu pergi dari sini. Aku akan mengalihkan perhatiannya” seru profesor kepada Able. 

“Aku akan membantumu, profesor.” ujar Swan memegang senapan. 

Dengan pengalihan perhatian yang diberikan oleh kedua temannya, Able berlari menemui ibunya. Ibunya sangat pucat saat Able masuk ke gubuk, dengan cepat memeluknya dengan erat sembari menangis. Anaknya selamat dari segala bahaya. 

“Able, syukurlah kau baik-baik saja.” ujar ibunya diwarnai dengan tangisan. 

“Ya ibu, tapi ibu harus pergi dari sini. Kumpulkan yang lainnya dan menjauhlah dari sini.”

“Lalu, apa yang akan kau lakukan Able?” 

“Aku akan menghalau monster itu.”

“Jangan Able!!, tetaplah bersama ibu, aku tidak mau kehilanganmu juga.”

“Aku akan baik-baik saja ibu. Ibu jangan khawatir. Sekarang ibu tolong bantu aku. Bawalah kelompok kita ke tempat aman. Aku akan membantu teman-temanku melawan monster itu.”

“Berjanjilah pada ibu. Berjanjilah kau akan kembali.”

“Aku berjanji ibu. Sekarang tolonglah, bantu mereka ke tampat yang aman.”

Dengan berat hati, ibunya melakukan apa yang Able minta dan mengumpulkan semua orang di kelompok itu untuk mengungsi ke tempat yang aman. Able mengambil senjatanya kembali dan bergegas keluar rumah, sembari menembaki monster itu.

“Hei bocah, ku kira kau akan butuh bantuan.”seru seseorang dari pemukiman mereka. 

“Ya paman bisa membantuku. Tolong jaga orang-orang yang sedang mengungsi. Arahkan mereka ke utara. Disana cukup aman.” jawab Able membalas. 

Able segera berlari, menembus sekerumun orang yang berlari ke arah sebaliknya. Dengan jitunya, Able berhasil menembak salah satu dari empat buah mata monster itu. Tembakan Profesor dan Swan menyusul ke arah mata monster itu, mengalihkan perhatiannya. Dengan kelincahan monster itu, membutakannya menjadi hal yang cukup sulit. Tanpa tidak diketahui Able dan Swan, Profesor Yamazaki pergi menuju angkarnya. Melihat ada yang bergerak di depannya, monster itu mulai berlari mengejarnya. 

Secara spontan, Swan mulai mengejar dan menembaki monster itu. Able ikut mengejar dan menembaki monster itu. Usaha mereka membuahkan hasil, monster itu tersungkur ke tanah. Able mendekati monster itu dan mengacungkan senapan ke arah kepalanya. 

"Mati kau bedebah. Beraninya membuat kelompokku dalam bahaya." Hardik Able kepada monster itu. 

"Tunggu Able!!, jangan lakukan itu." Seru Profesor sembari berlari ke arah mereka. Membawa sebuah alat pengekang. 

"Kenapa profesor?, kau lihat apa yang dia lakukan, kehancuran yang dia buat, nyawa-nyawa yang sudah monster ini cabut." 

"Makhluk seburuk apapun, kita tidak berhak mengadilinya seperti itu." 

"Makhluk buas ini hanya haus darah profesor." 

"Mungkin, tapi disisi lain dia hanya mempertahankan habitatnya. Ia melihat kita sebagai ancaman bagi kelompoknya." 

"Jadi kita harus apa dengan monster ini profesor?" 

"Aku akan mengekangnya. Dia akan ku lepaskan bersama dengan kawanannya." ujarnya sembari menurunkan laras senapan Able yang diarahkan ke kepala monster itu. 

Profesor Yamazaki memasangkan alat yang ia bawa ke monster itu. Alat itu mengeluarkan hologram yang mengikat mulut dan juga ketiga pasang kakinya, dikencangkan dengan rangkaian rangka nano teknologi yang melekat ke tubuh monster itu. Mendeteksi alat kekang terpasang, angkar milik profesor berubah menjadi menjadi sebuah pengangkut, lengkap dengan capit dan juga alat pengangkat. Kumainu diangkat ke atas bak hologram dengan capit itu.

“Mereka disini seperti kita, hanya bertahan hidup.” ujar profesor memecah keheningan.

“Dia sudah membunuh kelompok dari Shelter 13, dia hampir mencelakakan kelompokku juga. Dia juga hampir mencelakakan Swan” ujar Able bersikeras dengan pandapatnya.

“Siapa kita untuk mengatakan begitu?. Mereka disini hanya bertahan hidup, begitupula kalian setelah nasib buruk kalian yang berujung ke pembuangan ke Area Hitam ini.”

Swan dan Able terdiam. Mereka tidak pernah memberitahu profesor bahwa mereka orang buangan dari dalam tembok. Profesor hanya bisa tersenyum melihat wajah mereka.

“Semua orang yang berada disini adalah orang buangan, dan mereka semua perlu kesempatan dalam hidup mereka, meskipun kesempatan perlu diberikan lagi dan lagi. Kalian berdua masih harus banyak belajar. Aku akan membawanya kembali ke kelompoknya, kalian bergabunglah dengan pengungsi lainnya. Swan, hubungi kembali Shelter 13. Bilang pada mereka untuk mengirimkan tim S&R ke wilayah ini. Oh iya satu lagi, kalian tidak perlu memberitahu namaku. Beritahulah semua suplai dan bantuan ini berasal dari selatan” 

Profesor pergi dengan angkarnya untuk melepas monster itu. Kedua teman itu pergi menuju para pengungsi. Mereka disambut dengan hangat oleh para pengungsi. Ibunda Able yang menangis memeluk anaknya, mengucapkan banyak terima kasih kepada Tuhan yang sudah menjaga anaknya dari bahaya. 

“Aku pulang ibu. Aku tidak apa-apa. Kenalkan ini Swan, dia menemaniku selama perjalanan dan juga saat melawan monster itu.”

“Halo bu.” sapa Swan kepada ibunda Able. 

“Haii Swan.” Ia kembali menatap Able. “Pintar sekali kau memilih pasangan Able.” 

Wajah mereka berdua memerah. Melihat wajah kedua remaja yang baru merasakan cinta itu, ibunda Able hanya dapat tersenyum. 

“Ngomong-ngomong nyonya muda, kau berasal darimana?, aku lihat dari pakaianmu kau berasal dari dalam tembok Daha.” ujar Ibunda Able memecah keheningan dan rasa malu kedua anak muda itu. 

“Oh iya ibu. Aku berasal dari Shelter 13.”

“Dimana letak Shelter 13 ini?” 

“Shelter 13 berada dekat tembok Daha dan Singokembang. Aku dan kelompokku sedang mencari orang-orang yang selamat di Area Hitam sebelum kami diserang oleh monster itu. Pemimpin Shelter kami berniat untuk membantu seluruh orang yang selamat di Area Hitam untuk bermukim dan mendapat fasilitas yang memadai, seperti fasilitas di dalam tembok. Tujuan itu membawa kami sampai kesini.”

“Apakah kami boleh untuk bermukim disana?, aku merasa daerah ini sudah tidak aman.”

“Tentu ibu. Aku sudah mengirim pesan kepada tim S&R untuk datang kesini dan membawa kita ke Shelter 13.”

“Terima kasih wanita baik. Lalu suplai ini, kau dapatkan dari selatan Able?” memalingkan pandangannya kepada Able. 

“Iya ibu, ada yang baik hati memberikan suplai ini saat aku sampai di selatan.”

“Banyak sekali suplai ini. Siapa ketua kelompok disana?.”

“Dia tidak ingin dikenal ibu.”

Ibunda Able membuka salah satu suplai yang ada di depannya. Di dalam kotak besi itu, terdapat hologram kecil yang bertuliskan “teruslah bertahan, wahai teman lamaku.”. Ia hanya tersenyum membaca pesan kecil itu, lalu menyimpannya kembali ke dalam kotak. 

“Kau selalu membantu kami, teman baikku, kami tidak sempat berterimakasih kepadamu.” gumam Ibunda Able dengan suara lirih.

“Iya ibu?” jawab Able keheranan. 

“Mari kita masuk ke dalam, kau juga Swan, kita bermalam dahulu disini sampai tim S&R datang. Kita punya cukup banyak suplai untuk makan malam semua orang disini.” 

Malam itu adalah malam yang hangat di daerah yang dikenal dengan bahayanya. Semuanya tidur dengan perut yang kenyang, tidak ada yang kelaparan malam itu dari kekurangan makanan. Namun, Able masih berada di luar memandang langit malam yang bergemerlap bintang. Ia masih memikirkan perkataan sang profesor dan aksinya menghentikan dirinya membunuh monster buas itu. Jawaban yang ia harus pelajari saat ia berada di Shelter 13.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah dari Area Timur: Jauh dari Timur

“Saat meteorit itu jatuh, bukan hanya daerah tenggara yang terkena dampaknya. Semua belahan dunia mendapatkan sebagian dari kedahsyatan meteorit itu. Daerah yang sebelumnya Cina mendapat dampak terbesarnya, karena meteorit itu jatuh di pegunungan Himalaya. Jepang pun demikian. Bencana yang diberikan oleh meteorit itu kepada “Negeri Matahari Terbit” ini adalah tsunami, empat tsunami secara bersamaan satu hari setelah meteorit itu jatuh. Bisa terbayangkan suara teriakan, ucapan-ucapan doa kepada dewa, serta keputus asaan yang berseliweran di udara, saat gelombang raksasa itu mendekat. Sangat segikit orang yang selamat. Mereka adalah orang-orang licik yang mengetahui dimana tempat perlindungan untuk tsunami yang dibuat oleh pemerintah beberapa tahun lalu. Namun Tuan Yamazaki berbeda. Ia tidak seperti itu.”  “Ia memberitahu mereka yang berlarian untuk ikut dengannya ke tempat perlindungan. Namun hanya seratus orang yang dapat ia bawa. Tempat perlindungan yang canggih, tetapi memiliki kapas

Resensi Buku Sapi, Babi, Perang, dan Tukang Sihir (Bab 3 : Perang Primitif)

                      Konsepsi yang umum di masyarakat tentang perang adalah hal yang tidak manusiawi, tidak rasional, dan yang menginginkan perang adalah orang yang haus akan darah, haus akan kemenangan, dan haus akan harta yang berlimpah jika memenangkan perang tersebut. Dampak dari perang itu pun tidak dapat dipandang remeh. Mulai dari PTSD ( Post-traumatic stress disorder ), kehancuran banyak lokasi terjadinya perang, genosida dan pembunuhan secara besar – besaran, serta banyaknya keluarga yang bersedih karna suami atau anaknya terbunuh dalam perang. Akan tetapi, perang juga membawakan dampak positif bagi kehidupan, mulai dari kemajuan teknologi dan alat perang, undang – undang untuk negara yang berperang, seperti larangan untuk melakukan genosida, dan juga prevensi untuk perang selanjutnya.             Akan tetapi, siapa yang menyangka kalau perang dilakukan dengan tujuan sebagai control populasi dalam suatu peradaban. Dalam buku ini dijelaskan demikian. Namun sebelum memasuki p